Bab 7. Menyuburkan Pengaruh Syukur
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tidaklah diragukan bahwa puasa Ramadhan adalah ibadah yang menjadi bukti keimanan dan perwujudan dari ketaatan. Sebagaimana pula telah kita ketahui bahwa ibadah dan ketaatan merupakan bukti syukur seorang hamba kepada Rabbnya; Yang telah menciptakan dirinya dan melimpahkan begitu banyak nikmat kepadanya.
Syukur adalah pengakuan di dalam hati bahwa nikmat yang kita peroleh bersumber dari Allah, kita memuji Allah atasnya, dan kita gunakan nikmat-nikmat itu untuk ketaatan kepada-Nya. Oleh sebab itu sebagian ulama menyimpulkan bahwa hakikat syukur itu adalah dengan menaati sang pemberi nikmat. Diantara nikmat yang bisa dirasakan pengaruhnya oleh kaum muslimin di bulan puasa adalah nikmat makanan dan minuman. Bagaimana tidak? Sedangkan selama sebulan penuh mereka berpuasa sejak fajar terbit hingga matahari terbenam; merasakan lapar dan haus karena tidak menelan makanan atau minuman. Sesuatu yang pada akhirnya akan menyadarkan dirinya betapa besar nikmat makanan dan minuman itu bagi dirinya. Seringkali kita merasakan nikmat itu ketika nikmat tidak kita dapatkan. Manusia bisa merasakan nikmatnya cahaya ketika sudah terjebak dalam kegelapan. Manusia bisa merasakan nikmatnya air ketika dalam masa kekeringan. Begitu seterusnya.
Hal ini tentu mengingatkan kita akan nikmat terbesar yang Allah berikan kepada kita yaitu nikmat iman dan islam. Sebab inilah nikmat yang menjadi kunci kebahagiaan hamba di dunia dan di akhirat. Adapun nikmat keduniaan siapa pun bisa mendapatkannya, sementara nikmat iman dan islam hanya Allah berikan kepada hamba-hamba yang dipilih-Nya; karena Allah yang paling mengetahui siapakah orang yang layak dan pantas untuk mendapatkannya. Sehingga kita akan menyadari bahwa nikmat yang hakiki adalah yang semakin mendekatkan diri kita kepada Allah. Abu Hazim rahimahullah berkata, “Setiap nikmat yang tidak semakin menambah dekat kepada Allah maka pada hakikatnya itu adalah malapetaka.” Banyak orang diberi nikmat kesehatan dan waktu tetapi mereka merugi akibat tidak memanfaatkan nikmat-nikmat itu dengan sebaik-baiknya. Bagaimana dengan kita?
Bulan puasa adalah salah satu nikmat agung yang Allah berikan kepada umat Islam. Pada bulan ini Allah membuka berbagai pintu kebaikan sebagaimana Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka. Pada bulan itu ada sebuah malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Pada bulan itu di setiap malam Allah menetapkan sebagian hamba yang dibebaskan dari ancaman siksa neraka. Pada bulan itulah kaum muslimin berlomba-lomba meraup pahala dengan sedekah, dengan sholat malam, dengan membaca al-Qur’an dan memberikan hidangan buka puasa. Apabila sedemikian besar nikmat yang Allah curahkan pada bulan Ramadhan pantaskah seorang hamba justru menyepelekannya dan menganggap bulan puasa tidak ada artinya dalam agenda kehidupannya. Sehingga dia pun melalui Ramadhan tanpa mendapatkan amal atau ampunan dosa. Sungguh betapa celaka seorang hamba yang berjumpa dengan Ramadhan tetapi tidak menggunakan kesempatan emas ini dalam kebaikan dan amal salih. Padahal Allah menaburkan pahala dan menebar ampunan di waktu-waktu itu lebih melimpah daripada waktu-waktu yang lainnya. Bagaimana dengan kita?
Saudaraku yang dirahmati Allah, bulan puasa adalah nikmat bagi umat manusia. Bulan dimana pada siang harinya udara semakin bersih karena berkurang asap rokok yang tersebar di udara. Bulan dimana pada malam harinya masjid-masjid kaum muslimin semarak dengan ibadah dan sholat malam. Bulan dimana pada pagi harinya kaum muslimin bangun sebelum subuh dan menyantap hidang sahur yang penuh dengan berkah. Bulan dimana pada sore harinya kaum muslimin menyegerakan berbuka demi menjalankan sunnah nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bulan dimana mushaf al-Qur’an kembali dekat dengan lisan dan pendengaran setelah sekian lama jauh dari banyak manusia. Bulan dimana dzikir kepada Allah semakin kuat dan membuat iman umat kian mantap. Bulan dimana hidayah menjadi dambaan setiap insan yang mengharap ampunan Rabbnya. Bulan dimana para dermawan dan pemilik harta menjadi peduli akan nasib saudara-saudaranya. Apakah nikmat-nikmat ini akan kita dustakan lalu kita katakan ‘Ramadhan tak menarik hatiku’ Subhanallah!